Sejarah
Pada awalnya, astronomi hanya
melibatkan pengamatan beserta prediksi atas gerak-gerik benda-benda langit yang
terlihat dengan mata telanjang. Pada beberapa situs seperti Stonehenge,
peradaban-peradaban awal juga menyusun artifak-artifak yang diduga memiliki
kegunaan astronomis. Observatorium-observatorium purba ini
jamaknya bertujuan seremonial, namun dapat juga dimanfaatkan untuk menentukan
musim, cuaca, dan iklim — sesuatu yang wajib diketahui apabila ingin bercocok
tanam — atau memahami panjang tahun.[8]
Sebelum ditemukannya peralatan
seperti teleskop, penelitian harus dilakukan dari atas bangunan-bangunan atau
dataran yang tinggi, semua dengan mata telanjang. Seiring dengan berkembangnya
peradaban, terutama di Mesopotamia, Cina, Mesir, Yunani, India, dan Amerika
Tengah, orang-orang mulai membangun observatorium dan gagasan-gagasan mengenai
sifat-sifat semesta mulai ramai diperiksa. Umumnya, astronomi awal disibukkan
dengan pemetaan letak-letak bintang dan planet (sekarang disebut astrometri),
kegiatan yang akhirnya melahirkan teori-teori tentang pergerakan benda-benda
langit dan pemikiran-pemikiran filosofis untuk menjelaskan asal usulMatahari, Bulan, dan Bumi. Bumi
kemudian dianggap sebagai pusat jagat raya, sedang Matahari, Bulan, dan
bintang-bintang berputar mengelilinginya; model semacam ini dikenal sebagai
model geosentris, atau sistem Ptolemaik (dari nama astronom Romawi-Mesir Ptolemeus).[9]
Dimulainya astronomi yang
berdasarkan perhitungan matematis dan ilmiah dulu dipelopori oleh orang-orang
Babilonia.[10] Mereka
menemukan bahwa gerhana bulan memiliki sebuah siklus yang
teratur, disebut siklus saros.[11]Mengikuti
jejak astronom-astronom Babilonia, kemajuan demi kemajuan kemudian berhasil
dicapai oleh komunitas astronomi Yunani Kuno dan negeri-negeri sekitarnya.
Astronomi Yunani sedari awal memang bertujuan untuk menemukan penjelasan yang
rasional dan berbasis fisika untuk fenomena-fenomena angkasa.[12] Pada
abad ke-3 SM, Aristarkhos dari Samos melakukan
perhitungan atas ukuran Bumi serta jarak antara Bumi dan Bulan, dan kemudian
mengajukan model Tata Surya yang heliosentris —
pertama kalinya dalam sejarah. Pada abad ke-2 SM,Hipparkhos berhasil
menemukan gerak presesi, juga menghitung
ukuran Bulan dan Matahari serta jarak antara keduanya, sekaligus membuat
alat-alat penelitian astronomi paling awal seperti astrolab.[13] Mayoritas
penyusunan rasi bintang di belahan utara sekarang masih didasarkan atas susunan
yang diformulasikan olehnya melalui katalog yang waktu itu mencakup 1.020
bintang.[14] Mekanisme Antikythera yang
terkenal (ca. 150-80 SM) juga berasal dari periode yang sama: komputer
analog yang digunakan untuk menghitung letak
Matahari/Bulan/planet-planet pada tanggal tertentu ini merupakan barang paling
kompleks dalam sejarah sampai abad ke-14, ketika jam-jam astronomimulai
bermunculan di Eropa.[15]
Di Eropa sendiri selama Abad
Pertengahan astronomi sempat mengalami kebuntuan dan stagnansi.
Sebaliknya, perkembangan pesat terjadi di dunia Islam dan
beberapa peradaban lainnya, ditandai dengan dibangunnya
observatorium-observatorium di belahan dunia sana pada awal abad ke-9.[16][17][18]Pada
tahun 964, astronom Persia Al-Sufi menemukan Galaksi
Andromeda (galaksi terbesar di Grup Lokal) dan
mencatatnya dalam Book of Fixed Stars(Kitab
Suwar al-Kawakib).[19] Supernova SN 1006,
ledakan bintang paling terang dalam catatan sejarah,
berhasil diamati oleh astronom Mesir Ali bin Ridwan dan
sekumpulan astronom Cina yang terpisah pada tahun yang sama (1006 M).
Astronom-astronom besar dari era Islam ini kebanyakan berasal dari Persia dan Arab, termasuk Al-Battani, Tsabit bin
Qurrah, Al-Sufi, Ibnu Balkhi, Al-Biruni, Al-Zarqali, Al-Birjandi, serta
astronom-astronom dari observatorium-observatorium di Maragha dan Samarkand.
Melalui era inilah nama-nama bintang yang berdasarkan bahasa Arab
diperkenalkan.[20][21]Reruntuhan-reruntuhan
di Zimbabwe Raya dan Timbuktu[22] juga
kemungkinan sempat memiliki bangunan-bangunan observatorium[23] —
melemahkan keyakinan sebelumnya bahwa tidak ada pengamatan astronomis di
daerah sub-Sahara sebelum era kolonial.[24][25][26][27]
Revolusi ilmiah
Pada Zaman
Renaisans, Copernicus menyusun model Tata Surya heliosentris,
model yang kemudian dibela dari kontroversi, dikembangkan, dan dikoreksi
oleh Galileo dan Kepler.
Galileo berinovasi dengan teleskop guna mempertajam pengamatan astronomis,
sedang Kepler berhasil menjadi ilmuwan pertama yang menyusun secara tepat dan
mendetail pergerakan planet-planet dengan Matahari sebagai pusatnya.[28] Meski
demikian, ia gagal memformulasikan teori untuk menjelaskan hukum-hukum yang ia
tuliskan, sampai akhirnya Newton (yang
juga menemukan teleskop refleksi untuk
pengamatan langit) menjelaskannya melalui dinamika angkasa dan hukum gravitasi.[28][29]
Seiring dengan semakin baiknya
ukuran dan kualitas teleskop, semakin banyak pula penemuan-penemuan lebih
lanjut yang terjadi. Melalui teknologi ini Lacaille berhasil mengembangkan
katalog-katalog bintang yang lebih lengkap; usaha serupa juga dilakukan oleh
astronom Jerman-Inggris Herschel dengan
memproduksi katalog-katalog nebula dan gugusan. Pada tahun 1781 ia menemukan
planet Uranus,
planet pertama yang ditemui di luar planet-planet klasik.[30] Pengukuran
jarak menuju sebuah bintang pertama kali dipublikasikan pada 1838 oleh Bessel,
yang pada saat itu melakukannya melalui pengukuran paralaks dari 61 Cygni.[31]
Abad ke-18 sampai abad ke-19
pertama diwarnai oleh penelitian atas masalah tiga-badan oleh Euler, Clairaut, danD'Alembert;
penelitian yang menghasilkan metode prediksi yang lebih tepat untuk pergerakan
Bulan dan planet-planet. Pekerjaan ini dipertajam oleh Lagrange dan Laplace, sehingga memungkinkan ilmuwan
untuk memperkirakan massa planet dan satelit lewat perturbasi/usikannya.[32] Penemuan spektroskop dan fotografi kemudian
mendorong kemajuan penelitian lagi: pada 1814-1815,Fraunhoffer menemukan
lebih kurang 600 pita spektrum pada Matahari, dan pada 1859 Kirchhoff akhirnya
bisa menjelaskan fenomena ini dengan mengatribusikannya pada keberadaan
unsur-unsur. Pada masa ini bintang-bintang dikonfirmasikan sebagai
Matahari-matahari lain yang lebih jauh letaknya, namun dengan
perbedaan-perbedaan pada suhu, massa, dan ukuran.[20]
Baru pada abad ke-20
Galaksi Bima Sakti (di mana Bumi dan Matahari berada)
bisa dibuktikan sebagai kelompok bintang yang terpisah dari kelompok-kelompok
bintang lainnya. Dari pengamatan-pengamatan yang sama disimpulkan pula bahwa
ada galaksi-galaksi lain di luar Bima Sakti dan bahwa alam semesta terus
mengembang, sebab galaksi-galaksi tersebut terus menjauh dari galaksi kita.[33] Astronomi
modern juga menemukan dan berusaha menjelaskan benda-benda langit yang asing
seperti kuasar, pulsar, blazar, galaksi-galaksi radio, lubang hitam,
dan bintang neutron. Kosmologi
fisik maju dengan pesat sepanjang abad ini: model Dentuman
Besar (Big Bang) misalnya, telah didukung oleh
bukti-bukti astronomis dan fisika yang kuat (antara lain radiasi CMB, hukum Hubble,
dan ketersediaan kosmologis unsur-unsur).